1. Pengertian motivasi
Kata
motivasi berasal dari bahasa latin “Movere” yang artinya menimbulkan
pergerakan. Motivasi didefinisikan sebagai kekuatan psikologis yang
menggerakkan seseorang kearah beberapa jenis tindakan (Haggard, 1989) dan
sebagai suatu kesediaan peserta didik untuk menerima pembelajaran, dengan
kesiapan sebagai bukti dari motivasi (Redman, 1993). Menurut Kort (1987),
motivasi adalah hasil faktor internal dan faktor eksternal dan bukan hasil
eksternal saja. Hal yang tersirat dari motivasi adalah gerakan untuk memenuhi
suatu kebutuhan atau untuk mencapai suatu tujuan. Setiap pimpinan perlu
memahami proses-proses psikologikal apabila berkeinginan untuk membina karyawan
secara berhasil dalam upaya pencapaian sasaran-sasaran keorganisasian. Motivasi
juga didefinisikan sebagai dorongan dari dalam diri individu berdasarkan mana
dari berperilaku dengan cara te rtentu untuk memenuhi keinginan dan
kebutuhanya. Adapun pemotivasian dapat diartikan sebagaipemberian motif-motif
sebagai pendorong agar orang bertindak, berusaha untuk mencapai tujuan
organisasional (Silalahi, 2002).
Menurut
Supriyono (2003), motivasi adalah kemampuan untuk berbuat sesuatu sedangkan
motif adalah kebutuhan, keinginan, dorongan untuk berbuat sesuatu. Motivasi
seseorang di pengaruhi oleh stimuli kekuatan, intrinsik yang ada pada individu
yang bersangkutan. Stimuli eksternal mungkin dapat pula mempengaruhi motivasi
tetapi motivasi itu sendiri mencerminkan reaksi individu terhadap stimuli tersebut.
Rumusan lain tentang motivasi yang diberikan oleh Robbins dan Coulter (2006),
yang dimaksud motivasi karyawan adalah kesediaan untuk melaksanakan
upaya
tinggi, untuk mencapai tujuan-tujuan keorganisasian, yang dikondisi oleh kemampuan
upaya demikian, untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu. Definisi lain
tentang motivasi menurut Gray et-al (dalam Winardi, 2001) menyatakan bahwa
motivasi merupakan hasil sejumlah proses, yang bersifat internal atau eksternal
bagi seseorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi
dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
2. Teori – Teori Motivasi
· Teori Drive Reinforcement
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku
dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung
dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut
bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku
tersebut. Teori reinforcement ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
1.
Reinforcement Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi
perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
2.
Reinforcement Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi
perilaku, terjadi jika reinforcement negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi prinsip reinforcement selalu berhubungan dengan
bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang
bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan
berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh
rangsangan yang bersyarat.
A.
Pengertian Teori Drive
Teori
”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku
didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri
seseorang atau binatang. Contohnya., Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya
tentang kepribadian pada bawaan, dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif,
atau drive (teorinya akan diterangkan secara lebih detail dalam bab
kepribadian). Secara umum , teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut :
ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk
mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi
intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang
memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan
memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari:
•
Suatu keadaan yang mendorong
•
Perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong
•
Pencapaian tujuan yang memadai
•
Pengurangan dan kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai
Setelah
keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul lagi untuk mendorong perilaku ke
arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan
seringkali disebut lingkaran korelasi.
B.
Teori Reinforcement (Reinforcement Theory)
Teori
ini mempunyai dua aturan pokok : aturan pokok yang berhubungan dengan perolehan
jawaban –jawaban yang benar dan aturan pokok lain yang berhubungan dengan
penghilangan jawaban-jawaban yang salah. Pengukuran dapat terjadi positif
(pemberian ganjaran untuk satu jawaban yang didinginkan ) atau negatif (
menghilangkan satu rangsang aversif jika jawaban yang didinginkan telah
diberikan ), tetapi organisme harus membuat antara akasi atau tindakannya
dengan sebab akibat.
Siegel
dan Lane (1982), mengutip Jablonke dan De Vries tentang bagaimana manajemen
dapat meningkatakan motivasi tenaga kerja., yaitu dengan:
1.
Menentukan apa jawaban yang diinginkan
2.
Mengkomunikasikan dengan jelas perilaku ini kepada tenaga kerja.
3.
Mengkomunikasikan dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima. Tenaga kerja
jika jawaban yang benar terjadi
4.
Memberikan ganjaran hanya jika jika jawaban yang benar dilaksanakan.
5.
Memberikan ganjaran kepada jawaban yang diinginkan, yang terdekat dengan
kejadiannya.
· Teori Harapan
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu
kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada
kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran
tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang
karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia
menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor
Vroom dalam Robbin 2003:229)
Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik
baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung
dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan 2001:165).
Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan
gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjdadi
malas.
Teori
ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep
penting, yaitu
a. Harapan (expentancy) adalah suatu
kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku .Harapan merupakan
propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan
hingga satu yang berarti kepastian
b. Nilai (Valence) adalah akibat dari
prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai
motivasi) bagi setiap individu tertentu
c. Pertautan (Inatrumentality) adalah
persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil
tingkat ke dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang
berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua
adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan
tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa
hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke
dua.
Teori
ini termasuk kedalam Teori – Teori Kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan
kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu
dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah
kebutuhan.
· Teori Tujuan
Teori tujuan mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara
niat atau intentions (tujuan-tujuan dengan prilaku), pendapat in digunakan oleh
Locke. Teori ini memiliki aturan dasar, yaitu penetapan dari tujuan-tujuan
secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan
pernyataannya yan jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghsilkan
unjuk kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan tidak khusus, dan yang
mudah dicapai. Hasil penelitian Edwin Locke dan rekan-rekan (1968), menunjukkan
efek positif dari teori tujuan pada prilaku kerja. Locke menunjukan bahwa :
1.
Tujuan yang cukup sulit ternyata menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi
daripada tujuan yang lebih mudah.
2.
Tujuan khusus, cukup sulit untuk menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi.
Penetapan tujuan tidak hanya mempengaruhi kerja itu sendiri,
tetapi dapat juga mendorong pegawai untuk mencoba menemukan metode yang lebih
baik untuk melakukan pekerjaan . Teori tujuan berdasarkan pada intuitif yang
solid.
Perusahaan
menggunakan teori tujuan ini, berdasarkan tujuan-tujuan perusahaan, secara
berurutan disusun tujuan-tujuan untuk devisi, bagian sampai satuan kerja yang
terkecil untuk diakhiri penetapan sasaran kerja untuk setiap karyawan dalam
kurun waktu tertentu
Tujuan-tujuan yang bersifat spesifik atau sulit cenderung
menghasilkan kinerja (performance) yang lebih tinggi. Dalam pencapaian tujuan
dilakuka melalui usaha partisipasi yang menimbulkan dampak :
(+)
Acceptance/Penerimaan : sesulit apapun apabila orang telah menerima suatu
pekerjaan maka akan dilaksanakan dengan baik.
(-)
Timbulnya superioritas pada orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi.
Teori tujuan ini, dapat juga ditemukan dalam teori motivasi
harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran
pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan
berdasarkan prakarsa sendiri. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri, dapat
disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan dan ia akan
memiliki keikatan (commitmen) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yan
telah ia tetapkan.
· Teori Hierarki Kebutuhan Abraham
Maslow
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada
intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai tujuh enam atau hierarki
kebutuhan, yaitu :
1. kebutuhan fisiologikal
(physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex
2. kebutuhan rasa aman (safety needs),
tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan
intelektual
3. kebutuhan social (social needs)
yaitu kebutuhan untuk menjadi bagian dari kelompok dan menjalin hubungan dengan
orang lain. Di dalam kebutuhan sosial ini terdapat kebutuhan akan kasih sayang
(love needs)
4. kebutuhan akan harga diri (esteem
needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status,
seseorang harus berprestasi, menjadi kompeten, serta mendapat pengakuan sebagai
orang yang berprestasi dan kompeten untuk dapat dihargai
5. kebutuhan intelektual (intellectual
needs) terdapat didalamnya adalah individu memperoleh pemahaman dan pengetahuan
6. kebutuhan estetis (aesthetic needs),
setelah mencapai tingkatan intelektual tertentu, maka individu akan memikirkan
tentang kebutuhan akan keindahan, kerapian, serta keseimbangan
7. aktualisasi diri (self
actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi
kemampuan nyata agar dapat menemukan pemenuhan pribadi dan mencapai potensi
diri.
Contoh Teori Drive-Reinforcement
Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lihat, jika seorang
pekerja pengangkut barang seharusnya mengangkut 3 Ton dalam 6 jam dan 5 ton
dalam 8 jam, namun jika dia dapat mengakut 7 ton dalam 8 jam, dia akan
diberikan bonus 2% dari gajinya di bayarkan langsung.
Drive-Reinforcement nya berbentuk reward berupa materi yang
diberikan pemilik toko kepada pekerjanya (Pengakut barang).
Contoh Teori Harapan
Dari sudut pandang Expectancy Theory, para pekerja tidak
termotivasi untuk bekerja keras karena tidak adanya hubungan antara prestasi
kerja dengan penghasilan. Persepsi mereka adalah bahwa kerja keras tidak akan
memberikan mereka penghasilan yang diharapkan. Malahan, dengan adanya PHK,
mereka memiliki persepsi bahwa walaupun telah bekerja keras, kadang-kadang
mereka malah mendatangkan hasil yang tidak diinginkan, misalnya PHK. Konsisten
dengan teori ini, para pekerja pun menunjukkan motivasi yang rendah dalam
melakukan pekerjannya.
•
Rekomendasi: Kaitkan penghasilan dengan prestasi. Sesuai dengan Expectancy
Theory (Vroom, dalam Donovan, 2001), tiga hal akan direkomendasikan untuk
perusahaan dalam Contoh Kasus:
»
Tingkatkan Expectancy: Para pekerja perlu merasa bahwa mereka mampu mencapai
prestasi yang tinggi. Jika perlu, perusahaan perlu memberikan pelatihan untuk
memastikan bahwa para karyawan memang memiliki keahlian yang dituntut oleh
masing-masing pekerjaannya.
»
Tingkatkan Instrumentality: Ciptakan reward system yang terkait dengan
prestasi. Misalnya, selain gaji pokok, tim yang berhasil mencapai targetnya
secara konsisten akan mendapatkan bonus. Dengan cara ini, para karyawan
mengetahui bahwa prestasi yang lebih baik memang benar akan mendatangkan
penghasilan yang lebih baik pula.
»
Tingkatkan Valence: Karena masing-masing individu memiliki penilaian yang
berbeda, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk merancang reward system yang
memiliki nilai tinggi bagi setiap individu karyawan. Salah satu cara mengatasi
hal ini adalah dengan memberikan poin bonus yang bisa ditukarkan dengan
berbagai jenis hal sesuai kebutuhan individu, misalnya poin bonus bisa
ditukarkan dengan hari cuti, uang, kupon makan, dsb. Konsekuensi dari program
ini adalah perusahaan harus menerapkan sistem pencatatan yang rapi untuk
memastikan bahwa masing-masing karyawan mendapatkan poin bonus secara adil.
Contoh Teori Tujuan
Bila seseorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang
lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan
sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu, dapat terjadi bahwa
keikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.
Demo
Buruh Kalbar Berkutat soal PHK, Cabut Pernyataan
Ketua Kadin Kalbar
Sumber : SYAMSUL ARIFIN
Diunduh tanggal 18 juni 2012 jam
06.30
Waktu peristiwa : Selasa, 1 Mei
2012
Hari Buruh sedunia diperingati
para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kalbar dengan
unjuk rasa santun dan tertib di gedung DPRD Kalbar, Selasa (1/5). Seratusan
buruh yang mengusung puluhan bendera
dan spanduk serta pamflet berisikan tuntutan serta desakan terhadap Pemprov dan
DPRD Kalbar tentang perbaikan nasib mereka. Sementara Ketua Kadinda Kalbar,
pengusaha Budiono Tan, dan beberapa perusahaan dikecam para buruh.
Salah satu tuntutan massa buruh ditujukan kepada
Ketua Kadin Kalbar agar mencabut pernyataannya tentang pemutusan hubungan kerja
(PHK) terhadap ribuan buruh-buruh pertambangan, terkait jika diberlakukannya
Peraturan Menteri ESDM No 07/2012. Tidak jelas bagaimana bentuk tuntutan serta
pernyataan para buruh anggota KSBSI tersebut, namun mereka ingin kejelasan
bagaimana soal PHK para buruh pertambangan di Kalbar.
Sejauh ini belum tersiar kabar
adanya perusahaan yang membredel atau membubarkan serikat pekerja. Namun para
demonstran meminta pembredelan terhadap serikat buruh dihentikan. Terkait hal
tersebut, KSBSI Kalbar mendesak adanya peraturan daerah (perda) tentang
ketenagakerjaan di provinsi ini.
PHK buruh
Sementara itu problem yang
paling sering dihadapi buruh industri adalah PHK tanpa pesangon akibat perusahaan
mengabaikan kewajibannya. Karena itu KSBSI Kalbar mendesak penuntasan
kasus-kasus PHK dan ketenagakerjaan yang masih menggantung, seperti dilakukan
Benua Indah Group dan Wana Bhakti Agung.
Aksi para buruh di gedung dewan
itu disambut Sekretaris Komisi D DPRD Kalbar Andry Hudaya Wijaya SH MH.
Menurutnya, banyak ketidaklogisan dalam masalah perburuhan di provinsi ini.
“Misalnya saja di Kabupaten Ketapang, ada
pengusaha kaya Budiono Tan yang dihormati penguasa, tetapi masih berutang
kepada petani Rp 25 miliar,” ungkap politisi daerah pemilihan Ketapang-KKU ini.
Boediono Tan merupakan pemilik
Benua Indah Grup yang masih harus menanggung masalah perburuhan di sektor
perkebunan dan industri sawit di Kabupaten Ketapang. Masalah itu baru satu dari
sekian banyak problem buruh di Indonesia, khususnya Kalbar. Terkait tuntutan
buruh itu, Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPRD Kalbar ini mengatakan ada yang
perlu ditindaklanjuti. “Ditindaklanjuti sekarang, segera, maupun akan
dibicarakan selanjutnya,” ujar Andry.
Dalam waktu dekat, sambung dia,
pihaknya akan melakukan rapat kerja dengan instansi terkait seperti Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalbar. Ini untuk mengkaji mana-mana saja
tuntutan buruh yang dapat ditindaklanjuti oleh legislatif maupun eksekutif. “Secara
kelembagaan harus kami bicarakan di Komisi D. Saya melihat ada beberapa
tuntutan yang harus segera disikapi seperti menuntaskan kasus-kasus PHK yang
masih menggantung di PT BIG, PT WBA di Kubu Raya, PT Aqua Sreeam, dan PT MKK.
Kami perlu mendapat penjelasan dari Disnakertrans Kalbar sejauh mana
penanganannya oleh pemerintah provinsi,” jelas Andry.
Raperda ketenagakerjaan
Dalam hal pembuatan perda
tentang ketenagakerjaan sebagaimana tuntutan buruh, Andry masih mempertanyakan
materinya kepada Disnakertrans apakah pemerintah provinsi siap untuk menyusun
raperdanya. Jika tidak siap, bisa melalui inisiatif DPRD. “Namun saya kira kami
di DPRD perlu di-support dengan data-data dan informasi-informasi terkait
persoalan ketenagakerjaan untuk dituangkan dalam sebuah raperda. Hanya memang
terbentur dengan program Legislasi Daerah (Prolegda), di mana untuk 2012 sudah
ada sejumlah raperda yang kita sepakati untuk dibahas,” terang Andry.
Menyikapi kondisi tersebut, kata
dia, DPRD khususnya Komisi D terbuka menerima masukan dari pihak-pihak yang
selama ini konsisten pada permasalahan ketenagakerjaan, supaya pada akhir tahun
2012, sudah punya draf raperda ketenagakerjaan untuk dimasukkan ke Program
Legislasi Daerah tahun 2013, yang disepakati dengan eksekutif, dalam hal ini
gubernur setiap awal tahun.
Menurut Andry, permasalahan yang
perlu didalami adalah soal hubungan industrial, permasalahan terkait kebebasan
berserikat, terkait pengupahan, dan terkait sanksi yang diatur dalam UU
Ketenagakerjaan. Sehingga keberadaan perda itu nantinya harus mampu
meminimalisasi permasalahan yang ada. Terpisah, Direktur Lembaga Pengkajian dan
Study Arus Informasi Regional (LPS-AIR) Deman Huri menyarankan agar perda
ketenagakerjaan diarahkan untuk menjawab permasalahan sosial yang terjadi.
Perda juga harus mampu meminimalisasi dampak negatif atas pelaksanaan peraturan
perundang-undangan yang ada, akibat ketidakjelasan, multitafsir, serta tidak
adanya sanksi yang tegas atas pelanggaran dan substansi yang tidak definitif
dari UU yang berlaku.
“Pembahasan raperda
ketenagakerjaan jangan dilakukan secara gegabah dan tergesa-gesa. Seluruh
stakeholder ketenagakerjaan harus dilibatkan secara proporsional dan diberi
waktu yang cukup untuk melakukan kajian terhadap pasal-pasalnya,” pungkas
Deman. (jul).
Analisis
Kasus ini mengulas mengenai aksi
protes yang dilakukan parah buruh di Kalimantan Barat. Aksi tersebut dilakukan
karena mereka ingin mencabut tuntutan Ketua Kadin mengenai pernyataannya
tentang pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan buruh-buruh
pertambangan. Selain itu juga, para demosntran menginginkan pembubaran serikat
buruh diberhentikan.
Berdasarkan kasus tersebut
menunjukkan bahwa para pekerja tersebut (buruh) mengalami stres sehingga
mengekspresikannya dalam bentuk demonstrasi seperti itu. Stres itu sendiri
merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik,
emosional dan spiritual manusia. Stres juga dapat diartikan sebagai suatu
prsepsi terhadap situasi atau kondisi fisik lingkungan sekitar (Palupi 2003).
Penyebab dilakukannya tindakan
anarkis tersebut berdampak psikologis, yakni berdasarkan salah satu teori dasar
motivasi hierarki kebutuhan oleh Abraham Masslow yakni yang merupakan teori
motivasi yang terdiri dari 5 macam kebutuhan diantaranya fisiologis, keamanan,
sosial, penghargaan dan aktualisasi diri. (Masslow, 1993). Akibat pemutusan
hubungan kerja tersebut, para pekerja tidak dapat memenuhi 5 kebutuhan dasar
tersebut, salah satunya kebutuhan fisiologi yakni berupa kebutuhan pangan,
sandang dan papan. Dengan diberhentikannya mereka, membuat para pekerja tidak
dapat memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Selain itu,
juga kebutuhan akan penghargaan juga tidak dapat terpenuhi, karena pekerjaan
yang mereka lakukan tidak dihargai dengan diberhentikannya mereka secara
sepihak. Kasus ini juga dapat dikaitkan berdasarkan teori Herzberg, yang
merupakan teori dua faktor yakni para pekerja dalam melakukan pekerjaannya
dipengaruhi oleh dua faktor utama diantaranya adalah faktor pemeliharaan dan
faktor motivasi (Umar, 1999). Kasus ini lebih condong ke dalam faktor motivasi,
karena para buruh tersebut tidak lagi mendapatkan kebijakan yang baik dari
perusahaan melainkan mereka mendapatkan kebijakan yang tidak adil yakni PHK.
Solusi untuk menaggulangi
permasalah ini adalah dengan mendengarkan aspirasi dari para pekerja (buruh)
mengenai kepuasan kerja mereka. Memperjuangkan hak mereka dan bagi para pejabat
agar tidak mementingan kepentingan sendiri, utamakan kepentingan bersama agar
segala sesuatunya berjalan lancar dan tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Seperti halnya dalam
pengertian motivasi menurut Manullang (2000) yang mendifinisikan bahwasanya
motivasi dijadikan sebagai pekerjaan bagi para manajer dalam memberikan
inspirasi, dorongan, semangat kepada orang lain dalam hal ini adalah para
buruh. Sehingga dengan kerja sama dalam memebrikan dukungan satu sama lain akan
terbina persatuan untuk memajukan perusahaan
Sumber:
Sunyoto
Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas
Indonesia.
Sihotang.
A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya
Paramita.
Basuki,
Heru A.M. 2008. Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma.